Skip to main content
Berita Kegiatan

Optimalisasi Pelaksanaan TAT & Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum, BNN Kota Kendari Ikut Coffee Morning Virtual Bersama Kepala BNN RI

Dibaca: 27 Oleh 21 Jul 2020Desember 15th, 2020Tidak ada komentar
Optimalisasi Pelaksanaan TAT & Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum, BNN Kota Kendari Ikut Coffee Morning Virtual Bersama Kepala BNN RI
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

kendarikota.bnn.go.id, Kendari – BNN Kota Kendari dalam upaya optimalisasi pelaksanaan Tim Assesmen Terpadu (TAT) dan efektifitas pelayanan konsultasi hukum, mengundang Dinas Sosial Kota Kendari, Polres Kendari, Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Kejaksaan Negeri Kendari untuk duduk bersama-sama mengikuti Coffee Morning yang diselenggarakan secara virtual dari kantor pusat BNN.

Dalam kegiatan diskusi Coffee Morning optimalisasi pelaksanaan TAT dan efektifitas pelayanan konsultasi hukum, bertindak sebagai keynote speaker adalah Kepala BNN RIKomjen. Pol. Drs. Heru Winarko, S.H. Kegiatan tersebut juga menghadirkan beberapa orang panelis, diantaranya Koordinator Kelompok Ahli BNN, Komjen Pol. (Purn) Drs. Ahwil Luthan, SH.,MM.,MBA, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Krisno H. Siregar, S.I.K.,M.H., Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung RI, Suharto, SH.,MH., Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Slamet Prihantara, Bc.IP.,SH.,MH., Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Ditjen Pemasyarakatan, Yusfahrudin, Bc.IP.,SH.,MH.Wadanpuspom TNI, Marsma TNI Joko Tri Kartono, Kababinkum, Laksda Anwar Saadi, SH.

optimalisasi pelaksanaan TAT dan Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum

Eksistensi dan peran Tim Asesmen Terpadu (TAT) dipandang penting karena menjadi gerbang penentu apakah tersangka yang menjalani asesmen tersebut adalah murni penyalahguna narkoba atau merangkap sebagai pengedar bahkan bandar. Karena itulah, asesmen terpadu perlu dikuatkan dengan payung hukum yang lebih kuat.

Dasar hukum pelaksanaan TAT

Pasal 127 UU 35/2009 tentang Narkotika.

(1)   Setiap Penyalahguna:

Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

        Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2)   Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3)   Dalam hal Penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 103 UU 35/2009 tentang Narkotika.

Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

Pasal 54 UU 35/2009 tentang Narkotika.

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 55 UU 35/2009 tentang Narkotika.

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan.

(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya

optimalisasi pelaksanaan TAT dan Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum

Secara prinsip, bahwa hasil rekomendasi dari TAT sangat membantu para penegak hukum dalam memformulasikan pasal apa yang dikenakan, dan menjadi referensi vonis apa yang diberikan pada akhirnya. Hal ini menjadi penting untuk diingat, agar tidak serta merta para tersangka yang notabene hanya penyalahguna narkoba itu berakhir di penjara.

optimalisasi pelaksanaan TAT dan Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum

Adapun permasalahan yang dibahasa diskusi adalah:

  1. Konsultasi hukum terkait Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika/ Prekursor (P4GN). Produk BNN RI untuk mengakomodir permasalahan hukum masyarakat yang terkait dengan P4GN mencakup dimensi prosedur permohonan rehabilitasi (medis atau sosial); penindakan anggota tni yang menyalahgunakan narkoba terkait dengan tim asesment terpadu; dan permasalahan-permasalahan P4GN secara case to case.
  2. Optimalisasi pelaksanaan TAT. Pasal 4 Tujuan UU Narkotika diantaranya: a) Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b) Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; c) Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d) Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan Pecandu Narkotika.
  3. Acara Pemeriksaan Singkat (APS). Guna menjalankan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, beberapa aparat penegak hukum seperti BNN dan Kejaksaan dalam kebijakannya sudah memerintahkan jajarannya untuk melimpahkan Perkara TP Narkotika dengan Pasal Tunggal 127 dengan Acara Pemeriksaan Singkat.
  4. Penyalahgunaan narkotika anggota TNI. Berdasarkan hasil FGD tentang : “Anggota TNI Pengguna Narkotika, Dipecat atau Direhab?”. Seorang anggota TNI yang telah menjadi pengguna narkotika apalagi sudah ketergantungan, akan berdampak luas dan berakibat fatal yaitu akan mengalami gangguan kesehatan baik mental/psikis maupun fisik serta akan merusak citra TNI.

Oknum TNI yang menggunakan narkoba berdasarkan data perkara penyalahguna narkotika dapat dirangkum sebagai berikut: pada tahun 2012 mencapai 1 balatalion, tahun 2015 mencapai 301 orang prajurit, tahun 2016 mencapai 534 orang prajurit, tahun 2018 mencapai 157 orang prajurit, tahun 2019 mencapai 118 orang prajurit, dan pada tahun 2020 hingga semester 1 sebanyak 43 orang prajurit.

Di instansi militer, narkoba tidak main-main, pengguna narkoba tidak memandang profesi, dan untuk tentara yang kedapatan positif menggunakan narkoba, tidak ampun langsung dipecat, setelah dipecat baru direhabilitasi. Militer tidak ada toleransi dengan narkoba.

optimalisasi pelaksanaan TAT dan Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum

Permasalahan TAT

Secara umum, permasalahan TAT dapat disebutkan sebagai berikut:

  1. Masih terdapat pemahaman yang tidak sama antara para anggota TAT;
  2. Tidak ada anggaran untuk mengantarkan klien ke tempat Rehabilitasi pada tahap pemeriksaan tingkat penyidikan–persidangan (karena jauh);
  3. Keamanan dalam tempat rehabilitasi;
  4. Tidak ada anggaran dalam  pelaksanaan eksekusi dimana tempat rehabilitasi tidak berada di dalam kota;
  5. Anggota TAT bukan anggota yang mendapat pelatihan / sosialisasi tentang pelaksanaan TAT.

Lebih khusus mengenai masalah pelaksanaan TAT pada proses penyidikan, dijabarkan sebagai berikut:

Berdasarkan uji petik wawancara dengan Penyidik di beberapa Polres di beberapa wilayah hukum Polda oleh Personil Dittipid Narkoba, didapatkan informasi kedala di lapangan, antara lain sebagai berikut:

  1. Setelah Pelaku Tindak Pidana Narkotika tertangkap tangan, Penyidik memerlukan waktu untuk pengembangan penyidikan dan pengungkapan jaringan sindikat yang terkait sehingga secara kasuistis tidak dapat segera memintakan asesmen bagi yang bersangkutan.
  2. Ketika hasil TAT merekomendasikan Pelaku Tindak Pidana Narkotika adalah seorang pecandu atau penyalah guna yang memenuhi syarat untuk ditempatkan di Lembaga Rehabilitasi, maka Penyidik akan mengalami kesulitan biaya untuk mengirim yang bersangkutan ke Lembaga rehabilitasi (khususnya yang berjauhan jarak tempuhnya) karena tidak ada anggaran utk kegiatan tersebut.
  3. Penyidik masih mempunyai kekhawatiran akan keamanan Tersangka yang ditempatkan ke dalam Lembaga Rehabilitasi, karena belum jelas ketentuan atura siapa yang memunyai tanggung jawab melakukan pengamanan terhadap Tersangka dimaksud.

(Kalau Tersangka melarikan diri, maka Penyidik akan mengalami kesulitan pada saat tahap penyerahan Tersangka dan barang bukti (Penyerahan Tahap kedua).

  1. Pelaksanaan TAT sering tertunda karena alasan kesibukan dari masing-masing anggota TAT, mengingat para anggota TAT tersebut   masih terikat dengan tugas jabatan strukturalnya masing-masing.
  2. Di beberapa satuan ada keterbatasan anggaran untuk penyelenggaraan assesmen terpadu.
  3. Satreskoba yang di Kabupaten/Kota nya belum ada BNN nya, mengalami kesulitan ketika hendak meminta asesmen terpadu.

optimalisasi pelaksanaan TAT dan Efektifitas Pelayanan Konsultasi Hukum

Sebagai penutup, adapun saran dan masukan untuk solusi dari permasalahan-permasalahan yang timbul terkait TAT adalah:

  1. Dilakukan peningkatan kapasitas SDM Penyidik melalui sosialisasi Perkabareskrim dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait serta menyelenggarakan pelatihan penanganan kasus (simulasi kasus).
  2. Perlu dipikirkan bersama, anggaran untuk mengirim Pelaku yang hendak ditempatkan di Lembaga Rehabilitasi berada di pos intitusi mana?
  3. Perlu dibuatkan payung hukum, pengamanan Pelaku Tindak Pidana Narkotika yang ditempatkan di Lembaga rehabilitasi pada setiap tahapan proses peradilan menjadi tanggung jawab siapa?
  4. Perlu dipikirkan agar personil yang ditugaskan sebagai anggota TAT tidak dipilih dari personil yang mempunyai jabatan structural tinggi, agar tidak kesulitan membagi waktunya.
  5. Perlu dipikirkan kecukupan anggaran untuk penyelenggaraan asesmen terpadu di BNN setempat.
  6. Perlu dipikirkan anggaran untuk pergeseran Penyidik dan Tersangka ke Kabupaten/Kota tetangga yang ada BNN nya, guna mendapatkan layanan asesmen terpadu.

(dn)

Kirim Tanggapan

Close Menu
made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel